Virus Flu Burung Bisa Menular ke Manusia dari Itik
Flu burung yang menyerang itik bisa menular ke manusia. Virus itu sudah
menjangkiti delapan orang di China, Hongkong, dan Banglades, tiga orang
di antaranya meninggal. Kasus itu terjadi sejak tahun 2009. Meski
demikian, penularan virus H5N1 subkelompok 2.3.2 ke manusia belum
ditemukan di Indonesia.
”Angka kematian manusia di dunia akibat virus flu burung subkelompok 2.3.2 sebesar 37,5 persen,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, di Jakarta, Rabu (9/1).
Tingkat kematian itu lebih rendah dibandingkan kematian manusia akibat virus H5N1 subkelompok 2.1.3 yang menyerang ayam. Kematian manusia akibat virus ini pada 2003-2012 mencapai 59 persen.
Ketua Panel Ahli Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis Amin Soebandrio mengatakan, penularan virus flu burung ke manusia ditentukan oleh keganasan virus, jumlah virus yang menginfeksi, serta kekebalan tubuh seseorang. ”Orang-orang yang terpapar virus dari sumber yang sama belum tentu semua terkena flu burung,” katanya.
Tjandra menambahkan, penularan virus dari hewan hingga menimbulkan sakit pada manusia juga ditentukan lamanya kontaminasi dengan virus, kebiasaan menjaga kebersihan diri, serta sanitasi lingkungan.
Gejala flu burung pada manusia, baik akibat virus subkelompok 2.3.2 maupun 2.1.3, sama. Gejalanya antara lain demam tinggi secara tiba-tiba, batuk, pilek, dan sesak napas.
Gejala awal, kata Amin, mirip penyakit lain akibat virus dan tidak spesifik. Karena itu, banyak dokter yang mendiagnosis gejala itu sebagai penyakit tifus atau demam berdarah dengue.
Kecurigaan adanya flu burung biasanya muncul jika pasien memiliki riwayat berhubungan dengan unggas. Namun, sejumlah kasus terakhir menunjukkan flu burung juga muncul pada orang yang riwayat kontaknya dengan unggas sulit ditelusuri. Karena itu, tim medis dan keluarga perlu mewaspadai gejala mirip tifus atau demam berdarah dengue terkait kemungkinan flu burung.
Untuk mencegah penularan virus flu burung ke manusia, Tjandra mengimbau masyarakat menghindari kontak langsung dengan itik atau produknya, terutama itik sakit. Jika terpaksa berhubungan, seperti peternak itik, usahakan menggunakan alat pelindung, seperti masker dan sarung tangan. Setelah menjamah itik atau produknya, cuci tangan dan baju dengan sabun.
Koordinator Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza Pusat Kementerian Pertanian M Azhar menambahkan, unggas sebaiknya dikandangkan. Kandang harus terpisah dari rumah dan dibersihkan secara berkala. Selain itu, unggas yang berbeda jenis jangan dikandangkan bersama- sama untuk menghindari penularan virus ke unggas lain.
Meski demikian, Azhar meminta masyarakat tidak khawatir mengonsumsi daging dan telur itik. Virus akan mati apabila produk dimasak dengan suhu tinggi. Namun, bukan berarti masyarakat boleh memperdagangkan atau mengonsumsi itik yang sakit.
Itik sakit atau yang memiliki gejala terserang flu burung harus dimusnahkan dengan cara dibakar kemudian dikubur. Pemusnahan juga harus dilakukan pada itik lain di sekitar itik yang menderita flu burung. Teoretisnya pada itik dalam radius 1 kilometer.
Gejala itik terserang flu burung antara lain leher terputar, kejang, sulit berdiri, nafsu makan kurang, dan mata keputihan. Untuk itik petelur, produksi telurnya tiba-tiba menurun.
Menyebar
Sejak ditemukan pada Oktober 2012 hingga Selasa (8/1), virus flu burung subkelompok 2.3.2 telah menyebar di 69 kabupaten/kota di 11 provinsi. Virus itu sudah menyebabkan 242.000 itik mati di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali. Padahal, pada 26 Desember virus itu baru menewaskan 150.000 itik di 50 kabupaten/kota di sembilan provinsi.
Deputi Bidang Koordinasi Kesehatan, Kependudukan, dan Keluarga Berencana pada Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Emil Agustiono mengatakan, buruknya kontrol lalu lintas perdagangan itik antardaerah dan antarpulau membuat flu burung pada itik cepat menyebar.
Petugas dinas perhubungan dan balai veteriner di daerah memiliki wewenang memeriksa unggas yang masuk ke suatu daerah. ”Jika pengawasan lalu lintas unggas bagus, harusnya tidak menyebar secepat ini,” katanya.
Azhar menambahkan, virus flu burung pada itik bisa berpindah ke unggas lain, seperti entok dan ayam kampung. Virus ditularkan melalui ingus dan kotoran itik. Virus ini bisa terbawa oleh udara dan air hingga menular ke mana-mana. Jika virus ini menular ke ternak ayam komersial, kerugian ekonominya dipastikan sangat tinggi.
Makin banyaknya variasi virus flu burung yang menyerang berbagai unggas, pemerintah dipastikan makin sulit mengendalikan. Terlebih lagi jika virus sudah menular ke manusia. Tak hanya merugikan ekonomi, kata Emil, hal ini bisa mengancam ketahanan negara. (MZW)
”Angka kematian manusia di dunia akibat virus flu burung subkelompok 2.3.2 sebesar 37,5 persen,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, di Jakarta, Rabu (9/1).
Tingkat kematian itu lebih rendah dibandingkan kematian manusia akibat virus H5N1 subkelompok 2.1.3 yang menyerang ayam. Kematian manusia akibat virus ini pada 2003-2012 mencapai 59 persen.
Ketua Panel Ahli Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis Amin Soebandrio mengatakan, penularan virus flu burung ke manusia ditentukan oleh keganasan virus, jumlah virus yang menginfeksi, serta kekebalan tubuh seseorang. ”Orang-orang yang terpapar virus dari sumber yang sama belum tentu semua terkena flu burung,” katanya.
Tjandra menambahkan, penularan virus dari hewan hingga menimbulkan sakit pada manusia juga ditentukan lamanya kontaminasi dengan virus, kebiasaan menjaga kebersihan diri, serta sanitasi lingkungan.
Gejala flu burung pada manusia, baik akibat virus subkelompok 2.3.2 maupun 2.1.3, sama. Gejalanya antara lain demam tinggi secara tiba-tiba, batuk, pilek, dan sesak napas.
Gejala awal, kata Amin, mirip penyakit lain akibat virus dan tidak spesifik. Karena itu, banyak dokter yang mendiagnosis gejala itu sebagai penyakit tifus atau demam berdarah dengue.
Kecurigaan adanya flu burung biasanya muncul jika pasien memiliki riwayat berhubungan dengan unggas. Namun, sejumlah kasus terakhir menunjukkan flu burung juga muncul pada orang yang riwayat kontaknya dengan unggas sulit ditelusuri. Karena itu, tim medis dan keluarga perlu mewaspadai gejala mirip tifus atau demam berdarah dengue terkait kemungkinan flu burung.
Untuk mencegah penularan virus flu burung ke manusia, Tjandra mengimbau masyarakat menghindari kontak langsung dengan itik atau produknya, terutama itik sakit. Jika terpaksa berhubungan, seperti peternak itik, usahakan menggunakan alat pelindung, seperti masker dan sarung tangan. Setelah menjamah itik atau produknya, cuci tangan dan baju dengan sabun.
Koordinator Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza Pusat Kementerian Pertanian M Azhar menambahkan, unggas sebaiknya dikandangkan. Kandang harus terpisah dari rumah dan dibersihkan secara berkala. Selain itu, unggas yang berbeda jenis jangan dikandangkan bersama- sama untuk menghindari penularan virus ke unggas lain.
Meski demikian, Azhar meminta masyarakat tidak khawatir mengonsumsi daging dan telur itik. Virus akan mati apabila produk dimasak dengan suhu tinggi. Namun, bukan berarti masyarakat boleh memperdagangkan atau mengonsumsi itik yang sakit.
Itik sakit atau yang memiliki gejala terserang flu burung harus dimusnahkan dengan cara dibakar kemudian dikubur. Pemusnahan juga harus dilakukan pada itik lain di sekitar itik yang menderita flu burung. Teoretisnya pada itik dalam radius 1 kilometer.
Gejala itik terserang flu burung antara lain leher terputar, kejang, sulit berdiri, nafsu makan kurang, dan mata keputihan. Untuk itik petelur, produksi telurnya tiba-tiba menurun.
Menyebar
Sejak ditemukan pada Oktober 2012 hingga Selasa (8/1), virus flu burung subkelompok 2.3.2 telah menyebar di 69 kabupaten/kota di 11 provinsi. Virus itu sudah menyebabkan 242.000 itik mati di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali. Padahal, pada 26 Desember virus itu baru menewaskan 150.000 itik di 50 kabupaten/kota di sembilan provinsi.
Deputi Bidang Koordinasi Kesehatan, Kependudukan, dan Keluarga Berencana pada Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Emil Agustiono mengatakan, buruknya kontrol lalu lintas perdagangan itik antardaerah dan antarpulau membuat flu burung pada itik cepat menyebar.
Petugas dinas perhubungan dan balai veteriner di daerah memiliki wewenang memeriksa unggas yang masuk ke suatu daerah. ”Jika pengawasan lalu lintas unggas bagus, harusnya tidak menyebar secepat ini,” katanya.
Azhar menambahkan, virus flu burung pada itik bisa berpindah ke unggas lain, seperti entok dan ayam kampung. Virus ditularkan melalui ingus dan kotoran itik. Virus ini bisa terbawa oleh udara dan air hingga menular ke mana-mana. Jika virus ini menular ke ternak ayam komersial, kerugian ekonominya dipastikan sangat tinggi.
Makin banyaknya variasi virus flu burung yang menyerang berbagai unggas, pemerintah dipastikan makin sulit mengendalikan. Terlebih lagi jika virus sudah menular ke manusia. Tak hanya merugikan ekonomi, kata Emil, hal ini bisa mengancam ketahanan negara. (MZW)
Ref: KOMPAS.com
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar